Dominasi 40 Persen Suara Pemilu 2019, Kandidat Pilpres Perlu Bekerja Keras Memikat Suara Kelompok Milenial

Maskot Pemilu 2019
Sumber: KPU

Indonesia akan memilih pemimpin baru tanggal 17 April 2019 mendatang. Dua pasangan capres-cawapres yang akan bertanding di Pemilihan Presiden 2019 nantinya sudah mulai melancarkan strategi kampanyenya masing-masing sejak September lalu.

Kemenangan dari persaingan yang sudah bermula sejak Pilpres 2014 tentu tidak lepas dari pendukung setia kedua kubu. Terlepas dari strategi masing-masing kandidat dalam menggaet hati konstituen, ternyata kedua pasangan nomor urut 1 Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan nomor urut 2 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno sama-sama harus memperhatikan satu kelompok pemilih yang paling menjanjikan, yaitu para milenial.

Berkaca pada Pilpres 2014, Jokowi - Jusuf Kalla menang dari Prabowo – Hatta Rajasa dengan selisih hanya 6,3 persen suara. Pada survei yang dilakukan Poltracking, Joko Widodo (Jokowi) (57,6%) lebih unggul dari Prabowo Subianto (33,7%). Sementara itu, menurut survei lainnya yang dilakukan Media Survei Nasional, tingkat elektabilitas Jokowi - Ma’ruf Amin masih lebih unggul dari Prabowo – Sandi dengan selisih 12,2%.

Meski mayoritas survei menunjukkan bahwa Jokowi dapat bersaing dengan Prabowo, tingkat elektabilitas Jokowi - Ma’ruf Amin masih di bawah 50%, yaitu 47,7%. Oleh karena itu, apabila Jokowi ingin melanjutkan masa jabatannya sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya dan Prabowo ingin menang sebagai pemimpin baru, kampanye keduanya perlu menelusuri demografis konstituen yang paling menguntungkan.

Menurut Survei Nasional yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 35 persen sampai 40 persen pemilih dalam Pemilu 2019 didominasi generasi milenial. Ini selaras dengan perkiraan KPU yang memprediksi jumlah pemilih muda akan mencapai 70-80 juta atau 35-40 persen dari 139 juta pemilih.

Persentase yang tidak sedikit ini perlu menjadi perhatian kedua kubu capres-cawapres, mengingat bahwa partisipasi setiap pemilih berkontribusi pada kemenangan kandidat. Apalagi, pada survei yang berbeda yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), tingkat elektabilitas Jokowi pada kaum milenial juga masih lebih unggul daripada Prabowo dengan selisih 8%.

Millennials sendiri dikategorikan sebagai siapapun yang merupakan kelahiran tahun 1982-2004. Laporan Survei Nasional Milenial 2017 CSIS yang berjudul “Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik Generasi Milenial” mengkategorikan milenial sebagai responden survei yang berumur 17-29 tahun per 30 Agustus 2017.

Hasil survei CSIS dapat menjadi acuan kedua kandidat untuk mendekatkan diri dengan para milenial. Misalnya, dalam hal media yang digunakan untuk kampanye saja, terdapat kontras yang sangat terlihat dalam penggunaan media generasi milenial. Dibandingkan radio (9,5%) dan surat kabar (6,3%), televisi (79,3%) dan media online (54,3%) menjadi dua media massa yang paling populer diakses milenial setiap harinya. Selain itu, dalam hal kepemilikan akun media sosial, mayoritas milenial (81,7%) memiliki akun Facebook. Kampanye yang dilakukan melalui Facebook tentu dapat dipertimbangkan sebagai salah satu media kampanye yang paling efektif pada kaum milenial dibandingkan media lainnya.

Selain itu, isu-isu yang diangkat oleh kampanye kedua kubu juga dapat dioptimalkan dengan memahami persepsi kaum milenial pada isu-isu tertentu, terutama dalam hal toleransi. 53,7% milenial tidak bisa menerima pemimpin yang berbeda agama yang berbeda, 38,8% bisa menerima pemimpin yang berbeda agama, dan sisanya tidak tahu atau tidak menjawab. Namun, hanya 9,5% milenial yang setuju apabila Pancasila diganti dengan ideologi lain. Mayoritas lainnya atau sebesar 90,5% milenial menolak mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.

Pandangan milenial terhadap kinerja pemerintahan saat ini juga perlu menjadi acuan kandidat capres-cawapres, mengingat Jokowi akan kembali berjuang untuk melanjutkan masa jabatannya sebagai presiden RI. 33,8% generasi milenial menilai tidak ada perubahan pada kondisi ekonomi nasional dibandingkan lima tahun yang lalu. 17% lainnya bahkan menganggap bahwa kondisi ekonomi nasional malah memburuk dibandingkan lima tahun yang lalu. Ini dapat dimanfaatkan oleh kandidat nomor urut 2 untuk mengunggulkan dirinya dibandingkan pasangan nomor urut 1.

Sementara itu, 77,7% generasi milenial menilai kondisi pembangunan nasional saat ini lebih baik dibandingkan kondisi lima tahun lalu. Ini dapat dimanfaatkan pasangan nomor urut 1, terutama Jokowi, untuk menggaungkan pembangunan nasional menjadi salah satu kesuksesan pemerintahan saat ini.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sekarang maupun masa depan adalah kesulitan-kesulitan rakyatnya. Tiga hal utama yang dirasa sebagai kesulitan bagi milenial saat ini adalah terbatasnya lapangan pekerjaan (25,5%), tingginya harga sembako (21,5%), dan tingginya angka kemiskinan (14,3%). Dikarenakan masalah ekonomi menjadi perhatian utama generasi milenial saat ini, Jokowi - Ma’ruf Amin dan Prabowo - Sandi perlu mengusulkan program-program yang dapat memberikan solusi bagi concern tersebut.

Hasil survei ini dapat dimanfaatkan oleh kedua kandidat untuk menarik hati milenial yang mendominasi suara Pemilu 2019. Dengan memahami orientasi sosial, ekonomi, dan politik generasi milenial, kandidat dan timses akan dari kedua kubu akan lebih mudah mengoptimalkan kampanyenya dan meningkatkan elektabilitasnya untuk Pilpres 2019 mendatang.


Comments

Popular posts from this blog

Menyoroti Eksklusifitas Semu Fasilitas FISIP UNAIR

Gempa-Tsunami Palu-Donggala: Korban Jiwa Capai 2.256 Orang, Total Kerugian & Kerusakan Hingga Rp 13,82 T