Menyoroti Eksklusifitas Semu Fasilitas FISIP UNAIR

Dari sekian banyak kegiatan mahasiswa, salah satu yang menjadi krusial adalah mempertahankan kehidupan sosialnya sembari menyokong kemampuan intelektualnya. Cangkruk, hang out, chill, apapun istilah yang kamu pilih, merupakan salah satu kegiatan mahasiswa yang tak terhindarkan. Untuk mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Cakra menjadi pilihan pertama tempat berkumpul, baik untuk kegiatan-kegiatan santai, maupun yang bersifat intelektual.

Berawal sebagai pusat studi bagi Cakra Studi Global Strategis, Cakra didirikan pada tahun 2007 untuk menaungi studi-studi Hubungan Internasional Universitas Airlangga serta sebagai student center bagi mahasiswa FISIP. Mahasiswa dipersilahkan untuk melakukan kegiatan akademik seperti diskusi dan bedah skripsi serta kegiatan non-akademik seperti rapat organisasi selama mampu menunjukkan kartu identitasnya.

Lambat laun, Cakra bertransformasi menjadi ruang multi fungsi, terutama bagi Departemen Hubungan Internasional. Menurut Ifa, mahasiswi S2 Hubungan Internasional Universitas Airlangga yang juga merupakan supervisor dari penyelia Cakra, fasilitas yang ditawarkan serta suasana yang dihasilkan Cakra berhasil menyaingi fasilitas dan suasana galeri sekitaran gedung FISIP yang menjadi pilihan tempat berkumpul mahasiswa/i FISIP pada umumnya. 

Selain sebagai pusat jurnal dan skripsi Departemen Hubungan Internasional, ruang diskusi, dan ruang baca, Cakra juga berfungsi sebagai ruang rapat dan bahkan alternatif ruang kelas. Ifa mengakui bahwa apabila terjadi bentrokan keperluan antar pihak yang berbeda, penyelia dan supervisor akan mengutamakan kepentingan Departemen Hubungan Internasional terlebih dahulu. Ia juga menekankan bahwa keberagaman fungsi ini tetap dibatasi peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua tamu Cakra. Demi menjaga kenyamanan Cakra, angka pengunjung dibatasi untuk setiap ruangan. Ruang baca dibatasi untuk 15 orang dan diutamakan untuk mahasiswa/i semester akhir, sedangkan ruang negosiasi dibatasi untuk 20 orang.

Walaupun Cakra lebih sering dikunjungi mahasiswa Hubungan Internasional, Ifa menuturkan bahwa Cakra sebenarnya bukan milik Departemen Hubungan Internasional. Ia juga menceritakan bahwa ia sebelumnya sering menerima teman-teman dari jurusan lain. Namun, ia memahami bahwa mahasiswa/i di luar Departemen Hubungan Internasional akan merasa asing atau canggung apabila berada di ruangan yang didominasi oleh mahasiswa/i Hubungan Internasional. Ia menyarankan bahwa memiliki afiliasi dengan mahasiswa/i Hubungan Internasional mungkin dapat mengurangi kecanggungan itu.

Secara resmi, Cakra yang merupakan output dari hibah yang dimenangkan Departemen Hubungan Internasional pada tahun 2007 memang dibawahi Departemen Hubungan Internasional. Namun, sama halnya seperti Museum Etnografi Departemen Antropologi dan Laboratorium Departemen Komunikasi, kesemua fasilitas ini terbuka untuk umum. Sayangnya, asosiasi antara departemen pengurus dan fasilitas yang diurus berujung pada eksklusifitas insidental atas kepemilikan setiap fasilitas.

Ifa menjelaskan bahwa kesan eksklusifitas ini mungkin hadir karena setiap departemen memiliki keperluan yang berbeda-beda. Mahasiswa Hubungan Internasional yang perlu berkutat dengan jurnal-jurnal Hubungan Internasional tentunya memerlukan Cakra sebagai pusat studi Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Begitu pula dengan mahasiswa Antropologi yang memerlukan Museum Etnografi serta mahasiswa Ilmu Komunikasi yang memerlukan Laboratorium Grafis, Broadcast, dan Radio untuk kepentingan departemennya masing-masing. 

Kebutuhan-kebutuhan ini akhirnya mengkonsentrasikan pengguna-penggunanya di ruang tertentu. Frekuensi kehadiran pengguna yang berkepentingan ini dipandang orang lain sebagai ruang yang diperuntukkan untuk mahasiswa/i dari departemen tertentu. Mahasiswa/i dari luar departemen tersebut akan merasa sungkan apabila mencoba menjadi bagian dari pengguna ruangan-ruangan tersebut, seolah-olah seorang penyusup yang tidak diharapkan.

Adel, mahasiswi S1 Jurusan Ilmu Komunikasi mendapatkan kesan yang sama. Adel mengetahui keberadaan Cakra dan memahami bahwa Cakra terbuka untuk mahasiswa FISIP. Namun, dikarenakan kentalnya asosiasi Cakra dengan mahasiswa Hubungan Internasional, Adel mengaku merasa Cakra sudah menjadi milik mahasiswa Hubungan Internasional. Ia memahami kecanggungan yang akan terjadi apabila ia mengunjungi Cakra. Ia juga meyakini bahwa setiap fasilitas FISIP seharusnya dibuka untuk semua mahasiswa FISIP.

Ketika ditanya apakah ia mempertanyakan eksklusifitas yang tak disengaja ini, ia menjawab, “Ya, jadinya aku ngerasa dibatasi label-label yang ditempelin ke tempat-tempat tertentu,”. Adel memberikan contoh dari eksklusifitas di jurusannya sendiri. Departemen Ilmu Komunikasi dianggap menguasai galeri barat laut FISIP, serta lantai 2 gedung B FISIP yang diisi laboratorium-laboratorium Ilmu Komunikasi. Adel berpendapat bahwa mahasiswa jurusan lain seharusnya diberikan akses yang sama pada fasilitas-fasilitas tersebut, terlepas dari jurusannya. Meskipun begitu, ia mengaku tidak pernah berniat menantang dominasi semu setiap jurusan karena merasa lebih nyaman untuk mengikuti arus.

Status quo yang hadir di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga ini dapat dianggap sebagai persoalan maupun tidak. Ifa dan Adel sama-sama sepakat bahwa perkumpulan setiap departemen di ruang-ruang tertentu bukanlah masalah. Setiap mahasiswa/i berhak memilih ruang yang ia anggap nyaman dan cocok untuk kepentingannya. Hal yang perlu digarisbawahi adalah, setiap mahasiswa/i juga perlu merasa ia memiliki akses terhadap semua fasilitas yang ditawarkan fakultasnya, terlepas dari kesan eksklusifitas yang dihadirkan dari fasilitas tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Dominasi 40 Persen Suara Pemilu 2019, Kandidat Pilpres Perlu Bekerja Keras Memikat Suara Kelompok Milenial

Gempa-Tsunami Palu-Donggala: Korban Jiwa Capai 2.256 Orang, Total Kerugian & Kerusakan Hingga Rp 13,82 T